top of page

Pembelajar dalam Masyarakat Global

Satrianawati



Setiap individu merupakan makhluk pembelajar. Pada Hari Raya Imlek dalam Tahun 2022 ini atau tepatnya Selasa, 1 Februari 2022 yang dalam tahun China adalah Tahun 2573 dikenal dengan sebutan tahun Macan Air. Tak lupa kita ucapkan selamat Tahun Baru Imlek新年快乐,恭喜发财(Gong Xi Fa Cai)kepada semua masyarakat Tiongkok.


Tanpa kita sadari sebagai mahasiswa internasional kita telah memiliki keterikatan batin dengan Tiongkok sehingga tidak jarang kita merasa dan berharap kembali ke Tiongkok. Hati sangat ingin mengatakan 能够久别重逢(jiubie-chongfeng)dengan teman, dosen, dan semua masyarakat Tiongkok.


Dalam tulisan kali ini, perlu kiranya untuk kita sebagai mahasiswa internasional berintrospeksi diri dan menyadari setiap perubahan. Memang, pada dasarnya, menjadi mahasiswa internasional merupakan hal yang banyak diinginkan oleh orang lain. Masalahnya adalah kita terkungkung oleh Pemikiran dan perasaan, bahwa menjadi mahasiswa internasional harus berada di Negara dimana kita menuntut ilmu.


Disisi lain kita dihadapkan untuk melihat realitas dan berimajinasi tentang “pendidikan dan prosesnya kedepan” akan berbeda dengan yang kita jalani saat ini. Tentunya, ini dikarenakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Perlahan-lahan kita yang berada di negeri sendiri mulai menerima dan terus berjuang untuk dapat belajar dimanapun dan kapanpun.


Sebagai bagian dari warga global (global citizenship) sudah selayaknya berpikiran yang luas dan dapat menerima setiap perbedaan. Disamping itu terus berupaya meningkatkan kompetensi yang dimiliki melalui pemanfaatan teknologi, menjalin kolaborasi melalui media sosial, dan berempati terhadap orang lain melalui sedekah jempol pada media sosial. Artinya mereka hidup dan memulai usaha dari sedekah kita yang sangat ringan dalam penggunaan teknologi. Hal ini juga menjadi bagian dari kita membantu orang lain. Lalu hal-hal apa saja yang perlu kita sadari sebagai siswa global?


  1. Menyadari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dahulu ketika kota Nagasaki dan Hiroshima hancur, pertanyaan pertama adalah “sisa berapa guru yang hidup?” hari ini kalau bom kembali diledakkan pada suatu kota, orang tidak lagi bertanya berapa guru yang masih hidup. Tapi pertanyaannya adalah apakah listrik dan internet bisa dibangun kembali secepatnya?

  2. Menyadari meningkatnya kompetisi orang disekitar yang tidak melalui bangku pendidikan dalam jumlah yang sangat besar. Misalnya di Indonesia dapat diketahui melalui jumlah masyarakat yang bergelar S2 dan S3 hanyalah 8,1% dari keseluruhan jumlah penduduk sebanyak 273.879.750. Ini berarti mereka yang tidak menempuh pendidikan hari ini berjuang dan belajar melalui teknologi lebih banyak jumlahnya. Kemampuan yang mereka miliki juga memiliki persentase lebih besar daripada masyarakat yang menempuh pendidikan.

  3. Menyadari perubahan pembelajaran tentang “etika” dari performance gerak tubuh secara verbal menjadi pembelajaran “etika digital”. Karena semua telah tersedia dan global citizen hanya memanfaatkan hal tersebut.

Dengan menyadari hal tersebut maka sebagai global citizenship kita diminta untuk terus berproses dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun untuk meningkatkan skill dan kompetensi kita. Semangat dan Terus Berjuang!

 

Comments


bottom of page